Tuesday, April 20, 2010

Dualisme Pengasuhan Anak

Apakah anda sebagai ibu rumah tangga? Atau wanita karir? Sebenarnya tidak ada masalah dengan kedua profesi tersebut. Saya ingin ngobrol mengenai pengasuhan anak. Jika anda ibu rumah tangga maka anak dalam pengasuhan langsung 24 jam. Kita berkomunikasi dari bangun tidur hingga bangun tidur berikutnya. Dahulu saya meremehkan profesi yang satu ini, ternyata lebih membutuhkan energi dan emosi yang besar. Nah, bagi yang bekerja di luar rumah maka pengawasan dan pengasuhan anak, anda berikan kepada orang tua atau pengasuh anak yang dipercayai. Mengurus buah hati langsung maupun tidak langsung adalah hal yang akan memiliki dampak berbeda. Saya akan memberi gambaran perbedaannya namun untuk menuliskan secara tepat apa yang dimaksud tidak ada kalimat yang tepat. Jika anak anda buang air besar apakah anda yang membersihkannya sendiri atau orang lain? Jika anda mengasuh sendiri langsung mau tidak mau anda yang melakukan. Padamulanya tentu merasa "jijik". Namun karena kasih sayang yang besar maka anda terbiasa dan lebih terampil membersihkan kotoran anak. Anak tentu akan lebih nyaman dibersihkan dengan anda. Namun, jika anda lebih sering memberikan pengasuhan pada orang lain, saya yakin anda tidak mau membersihkan kotoran anak anda sendiri. Demikian pula anak anda akan merasa tidak nyaman jika anda yang membersihkan karena anda merasa jijik. Jijik adalah hal yang wajar karena tidak terbiasa. Dahulu saya merasa demikian terlebih setelah sakit maka pengasuhan anak kembali kepada saya. Namun lama-lama terbiasa sehingga tidak jijik lagi. Kegiatan diatas walaupun kurang elegan dibanding memberikan ASI anak anda, namun percayalah hal itu juga penting. Anak anda dapat merasakan kasih sayang yang tulus lewat kegiatan yang tidak elegan tersebut lebih dari kegiatan apapun. Feeling ibu dan anak akan lebih menyentuh hati. Menurut pengalaman saya, sangat repot mendidik anak langsung bahkan waktu untuk diri sendiri terbatas. Namun, saya bersyukur karena dapat menjaga dan mendidik secara langsung. Anak juga lebih dekat secara lahir dan batin. Sewaktu saya sakit, sangat terpaksa anak diasuh kakek dan neneknya. Sehingga, saat itu anak menjadi lebih dekat dengan simbahnya. Saya sebagai ibu tentu saja "cemburu" dengan sikon yang dilematis. Namun apa daya memang saya belum kuat sepenuhnya mengasuh sendiri saat suami jauh sedang mengambil tugas belajar. Maka bersyukurlah anda yang merasa repot mengurus buah hati secara mandiri lepas dari bantuan orang lain. Karena hal itu kenikmatan tiada tara dengan anak yang benar-benar membutuhkan kasih sayangmu dan sebaliknya anda merasa dicintai anakmu. Jika sekali-kali anda "menitipkan" anak pada orang tua atau saudara tidak apa-apa. Tahukah anda, jika anda yang tinggal serumah dengan orang tua, biasanya dalam pengasuhan anak akan terjadi benturan antara anda dan orang tua. Hal ini kadang membuat beban psikologis tersendiri alias "makan ati". Semula mengira saya sendiri yang merasakan namun ada adik ipar yang curhat hal serupa. Setelah adik ipar mandiri ada kabar bahwa anaknya menjadi lebih baik dalam segala hal seperti toilet training mengalami kemajuan dengan buang air besar dan kecil sudah pada tempatnya. Selama pengasuhan anak bersama orang tua, terjadi benturan dalam mendidik anak. Hal ini kadang membuat anak menjadi "nakal". Jika saya melarang sesuatu namun kakek neneknya memperbolehkan. Atau, saat dalam pengasuhan anak menangis karena suatu hal maka kakek nenek memarahi saya. Padahal jika dalam pengawasan simbahnya anak menangis karena suatu hal saya diam. Hal itu saya lakukan agar anak tidak bingung dan saya sendiri tidak mengetahui kejadian yang sesungguhnya. Efeknya saya dikira anak tidak perhatian. Memang ada yang membantu mengasuh adalah karunia. Kita menjadi tidak terlalu capek dan ada waktu untuk mengurus diri sendiri. Saya bersyukur telah dibantu namun saya manusia yang bisa "makan ati". Saya mengakui sebagai ibu yang kurang sabar, kurang bisa mendidik anak dengan baik. Secara teori, saya mengetahui kiat mendidik anak dengan baik tetapi ternyata sangat susah menerapkannya. Jika ada yang mengatakan mendidik anak orang bisa lebih sabar. Ternyata memang benar. Eits walau saya kurang bisa mendidik anak tetapi rasa sayang saya selangit. Bagi saya, anak adalah utama. Saya sangat memperhatikan gizi anak, kesehatan, dan pendidikannya. Jeleknya kurang sabaran terhadap anak sehingga sering membuat anak menangis terus teriak "mbah" (jangan ditiru). Marah dalam mendidik anak wajib dihindari, tetapi saya sering melakukannya pada anak jika nakal (jangan ditiru). Repotnya simbahnya sering "menolong" di saat yang kurang tepat sehingga membuat anak merasa "tertolong" sebelum saya melakukan langkah selanjutnya. Jadinya saya terkesan mama yang galak dan simbahnya yang sayang. Setelah itu, biasanya anak saya menjadi nakal dan melawan selama sehari. Padahal saya memarahi anak agar anak mengerti apa yang dilakukan kurang benar setelah itu saya akan memeluknya, mengatakan mama sayang manda, kemudian memberitahukan yang baik. Cara ini manjur dilakukan ketika simbahnya tidak ada di rumah. Sehingga anak saya menjadi lebih menurut dan tidak nakal selama berhari-hari. Saya tidak mengatakan bahwa apa yang saya lakukan paling benar atau lebih benar dibanding orang tua saya. Saya bersyukur dibantu mengasuh anak namun tidak enaknya terjadi dualisme pengasuhan anak yang berbeda sehingga saya sadari nantinya akan berdampak secara psikologis pada anak. Padahal usia batita adalah masa keemasan menyerap segala informasi dari sekelilingnya. Komunikasi dengan orang tua saya lakukan agar dualisme tidak terjadi. Namun, namanya angkatan dulu dan sekarang terlebih dalam pelaksanaanya lupa yang telah disepakati. Harap maklum. Semoga anak saya menjadi anak yang baik, sehat, sukses, dan solehah. Amin. Kesimpulannya secara teori kita menguasai cara mendidik anak yang baik tetapi pelaksanaannya lebih susah. Walaupun begitu kita harus berniat untuk lebih baik lagi dan berusaha melaksanakan yang terbaik demi masa depan anak.

No comments:

Post a Comment