Sunday, April 18, 2010

Menanamkan Budaya Hidup Sehat Sejak Dini (1)

Peranan orang tua dalam tumbuh kembang anak sangat penting disegala bidang. Saya akan membahas tentang hidup sehat yang harus ditanamkan sejak dini. Terus terang saya phobia sakit. Sakit sekecil apapun sudah ribut pergi ke dokter tetapi tidak jarang penyakit yang perlu diperhatikan malah takut periksa ke dokter akhirnya sudah parah. Sebagai orang tua, saya justru yang sangat cerewet dibanding suami dalam menjaga kesehatan anak. Saya tumbuh dalam keluarga yang tidak menganggap serius "penyakit". Sehingga, penyakit degeneratif mulai timbul seperti hipertensi. Saya penyuka asin dari garam, karena berpikir tidak ada dalam keluarga yang hipertensi. Keluarga besar dan orang tua setiap saya tanya selalu berkata tidak ada keturunan hipertensi. Ternyata setelah saya tinggal bersama orang tua karena suami sedang s2 di luar negeri, saya kaget karena bapak pengidap hipertensi tetapi santai dan tidak ambil pusing. Jika kutanya, beliau menjawab "tensi tinggi atau rendah kan relatif". Jawaban yang membuat aku "gondug". Sejak 2006, saya pernah sakit berat salah satunya disebabkan stres. Akhir tahun 2008, saya terkena pra hipertensi untuk pertama kalinya. Saya kaget sewaktu dokter bertanya apakah ada keturunan hipertensi, saya mengatakan tidak ada. Sekarang setelah mengetahui stres berdampak buruk bagi kesehatan maka saya lebih santai menjalani hidup. Hal inilah yang membuat saya super protektif dalam menjaga anakku. Terlebih tinggal bersama ortu yang kolot, mereka sebenarnya hidup cukup sehat tidak pernah jajan dan menjaga kebersihan tetapi sebelnya menyepelekan yang ringan. Sebagai contoh, anak saya dicurigai memiliki asma, namun apakata bapak saya? "Yang tahu itu dokter ngapain dicemaskan karena tidak ada keturunan asma" Saya semenjak pernah sakit jadi concern yang namanya kesehatan. Kebetulan adik kuliah di farmasi jadi banyak buku yang sudah saya baca. Saya curiga anakku bisa terkena asma, karena alergi atopik. Sehingga dokter menganjurkan agar menghindari pencetus alergi seperti debu, makanan coklat, susu sapi, udara lembab, dan lain-lain. Saya terus bertanya pada dokter apakah ada kemungkinan dapat terkena asma? Dokter menyarankan yang paling penting hindari pencetusnya. Hasil rontgen menunjukkan adanya infiltrat sebagai tanda alergi saluran pernafasan. Selain itu hasil laboratorium juga menegaskan anak saya memiliki alergi karena hasil darah eosinofil bernilai 1. Pada orang normal dari alergi biasanya tertulis 0. Tetapi namanya hidup membesarkan anak dengan 2 nahkoda (saya dan orang tua) terkadang ada benturan pendapat. Saya kerap melarang anak saya keluar di pagi hari sebelum matahari terbit tetapi simbahnya berkebalikan dengan alasan biar daya tahan tubuh lebih kebal secara alami. Apa yang dikhawatirkan terjadi pada bulan Oktober 2009 anak saya terkena asma pertama kali pada umur 23 bulan. Pencetusnya batuk pilek seminggu namun para dokter cuti libur lebaran. Sedangkan di RSUD tidak ada dokter jaga belum lagi adanya renovasi gedung membuat pelayanan yang minim semakin terhambat. Sebelumnya, anak saya ajak silahturahmi ke rumah tetangga pada malam hari saat itu juga orang dewasa banyak yang merokok. Dalam hati sudah khawatir tetapi tidak enak izin pulang cepat. Serangan asma terjadi pada malam hari ditandai dengan bunyi seperti peluit (ngik) saat anak menghembuskan nafas. Saya mendengarkan hembusan nafas anak dengan cara sederhana yaitu menempelkan telinga di dada anak. Saya panik karena belum terbiasa dengan langkah-langkah yang harus diambil. Saat itu saya hanya memberikan mucopect obat batuk bronkhitis asmatis yang diresepkan dokter di Yogya kemudian sms dokter langganan anakku di Curup untuk mengetahui ciri-ciri serangan asma. Untung sms segera dibalas dengan ciri-ciri asma ringan, sedang, dan berat. Anak saya tergolong ringan karena bibir belum membiru pucat dengan tarikan nafas setiap menit masih kurang dari 40x teratur. Pertolongan pertama dokter menyarankan untuk menjaga kehangatan badan anak. Kemudian saya oleskan minyak kayu putih diseluruh tubuh, pakaian panjang lengkap dengan kaos kaki plus selimut berlapis. Jika belum reda, maka disarankan membeli obat asma di apotek. Bagaimana tidak panik saya berada di daerah minim fasilitas kesehatan yang memadai. Untung saja serangan asma segera berlalu. Walau begitu, saya segera membawa anak saya ke praktek dokter setelah dokter selesai cuti. Setelah diberikan resep obat antibiotik dan pengencer dahak maka anak saya membaik walaupun begitu harus dilakukan fisioterapi 3x dengan sinar infrared (nebulizer tidak tersedia di RSUD) agar dahak hilang sempurna. Hikmah yang dapat saya ambil dari peristiwa tersebut yaitu 1) sebagai orang tua sebaiknya memberitahukan riwayat kesehatan keluarga kepada anak bukan untuk menakuti tetapi agar anak bisa waspada. 2) sebagai orang tua harus mendengarkan dengan seksama penjelasan dokter baik yang bersifat sepele sampai berat. 3) Jika perlu kita sebagai orang tua meng-cross check pendapat dokter dengan sumber lain. 4) ajari anak sejak dini hidup sehat dimulai dari hal mudah seperti cuci tangan sebelum makan atau berjemur sinar matahari pagi sebelum jam 09.00. 5) Walaupun susah kita harus mengajari pola makan sehat. Misal tidak memakai vetsin dalam memasak, makan sayur buah, dan menghindari snack. 6) jika anak berpotensi asma maka saat batuk pilek segera diobati dan hindari pencetus alergi. Paling baik jika kita dapat menjaga daya tahan anak secara alami melalui pola makanan dan hidup sehat. Salam.

No comments:

Post a Comment